Arsip Blog

Rabu, 02 Februari 2022

FAKTOR HABIBIE

Medan, 2 Februari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah

TAK terbayang bila Indonesia tanpa pesawat. Ini menjadi salah satu pekerjaan yang tak mudah bagi pemikir bangsa. Para pembesar Indonesia.
Berkat kecintaannya. Pembuktiannya, Habibie berhasil membuat pesawat karya anak bangsa sendiri. Pesawat Gatotkaca mengudara di langit Indonesia. 50 penumpang berhasil terbang 55 menit pada 10 Agustus 1995.
Indonesia negara kepulauan. Jelas bagaimana bisa kita bisa menjangkau Indonesia tanpa pesawat? Apalagi era serba cepat seperti sekarang.
Saya pernah merasakan langsung. Ketika harus segera sampai di pulau yang erat kaitannya dengan rumpun bangsa Austronesia.
Itu kesimpulan dari penelitian Mannis van Oven. Mahasiswa Doktoral Department of Forensic Molecular Biology Erasmus MC-University Medica Center Rotterdam.
Dari semua populasi yang diteliti, kromosom Y dan mitokondria DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina. Itu isi simpulan Mannis.
Herawati Sudoyo menyampaikan simpulan itu masih teka-teki. Deputi Direktur Lembaga EIjkmen itu menyampaikan, logikanya dari Filipina mereka ke Kalimantan dan Sulawesi. Sampai saat ini data genetika dari Kalimantan dan Sulawesi masih minim. Missing link masih butuh kajian lebih lanjut.
Apapun itu, saya suka menyebut Nias sebagai pulau kepingan surga.
Untuk sampai di Nias, melalui jalur udara kini ada Bandara Binaka. Sudah tepat tanpa ragu. Indonesia berdikari dijangkau pesawat anak bangsa sendiri.
Sayangnya. 2019, pun saya juga belum sempat merasakan terbang dengan karya anak bangsa sendiri. Terbang dengan pesawat kecil. Duduk dua baris tepat di belakang pilot. Kelihaian pilot menerbangkan pesawat terlihat jelas dan bisa didokumentasikan.
Saya terbang dengan pesawat Susi Air. Padahal Indonesia sudah punya pesawat. Bisa jadi, dari jenis pesawat lebih berkualitas.
Habibie, sang Bapak Pesawat Indonesia sudah memulainya.
Faktor Habibie. Tak hanya Indonesia, dunia pun mengakui kecerdasan Habibie. Anak bangsa Indonesia berhasil menciptakan rumus. Rumus yang tak sembarangan.
Krack propagation on random, bisa menghitung keretakan sampai ke atom-atom pesawat terbang. Dunia mengenal Habibie sebagai Mr. Crack.
Kecerdasan Habibie tak pernah henti. Kini, pesawat R80 sudah diperkenalkan Habibie ke Presiden Jokowi.
Sayangnya tak sempat menyaksikan R80 benar-benar mengudara. 11 September 2019 duka menyelimuti lintas negara, tak hanya Indonesia. Putra cerdas bangsa Indonesia, sosok besar kedirgantaraan Indonesia tutup usia. Habibie meninggal di usia 83 tahun.
Tepat di tanggal itu, saya berada di Pantai Sorake. Pantai di Pulau Nias yang ombaknya jadi primadona peselancar dunia.
Di tengah kompetisi atraksi menaklukkan ombak-ombak besar itu. Yang diikuti oleh perwakilan sejumlah negara itu. Di hari berkabung atas meninggalnya Habibie. Merah putih berkibar setengah tiang.
Begitu besarnya sosok. Begitu pemikir, begitu berbuat, begitu bertanggungjawab. Tak hanya memikirkan dirinya. Tak hanya untuk keluarga sendiri. Manfaatnya dirasakan sebanyak-banyaknya umat.
Habibie tak butuh pengakuan. Apalagi mengaku-aku. Di hari kepergiannya, dunia kehilangan. Ini faktor Habibie. #fauziabdullah


Kamis, 27 Januari 2022

IMIGRASI, SELAMAT ULANG TAHUN YA

Medan, 27 Januari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah

72, kalau manusia ini usia terbilang tua. Saya sendiri belum sampai di usia itu. Di organisasi, ini adalah usia matang untuk terus berkarya. Tunjukkan karya terbaik. Terus bekerja keras, dan bekerja lebih keras lagi. Insan Imigrasi terus tunjukkan kinerja terbaik.
Hal tersebut disampaikan Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Yasonna H. Laoly yang didampingi oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Prof. Edward O.S Hiariej dan sejumlah Pimpinan Tinggi saat memberikan kata sambutan dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Imigrasi ke-72 yang diselenggarakan di Graha Pengayoman Gedung Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta (27/01).
Upacara ini diselenggarakan secara luring dengan peserta terbatas dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Dan diikuti secara daring oleh UPT Kemenkumham se-Indonesia dan sejumlah perwakilan Imigrasi di luar negeri.
Setiap tanggal 26 Januari, jajaran Imigrasi memperingati hari lahirnya. Hingga kini, di usia 72 tahun Imigrasi terus bertransformasi dan berinovasi terbaik. Sejak kelahirannya pada 26 Januari 1950 dengan terbentuknya Jawatan Imigrasi.
Yusuf Adiwinata, pejabat pertama sekali sebagai Kepala Jawatan Imigrasi.
Kemudian, pada 4 Maret 1992. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 hadir menyempurnakan tugas dan fungsi Keimigrasian di Indonesia.
UU tersebut semakin disempurnakan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Regulasi ini masih berlaku hingga sampai saat ini.
Transformasi dan inovasi Imigrasi hingga kini hadir dengan hadirnya paspor elektronik pada 23 April 2013. Data biometrik pemegang paspor tersimpan dalam chip di paspor ini.
Baru-baru ini, Mobile Passport baru saja diluncurkan. Masih terbatas hanya di beberapa kantor Imigrasi. Dan inovasi terbaru adalah Cekal (Cegah Tangkal) online.
Transformasi ini tentu diharapkan mampu semakin menyempurkan fungsi Keimigrasian Indonesia.
Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Prof. Widodo Ekatjahjana optimis. Disamping pelayanan keimigrasian kepada masyarakat. Imigrasi juga dapat semakin mengoptimalkan fungsi penegakan hukum, keamanan negara dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan tema pada perayaan HBI ke-72 tahun ini. Bangkitnya Pelayanan, Revitalisasi Penegakan Hukum dan Keamanan Untuk Negeri. Imigrasi, Selamat Ulang Tahun Ya. #fauziabdullah





 





Minggu, 23 Januari 2022

TMP

Medan, 24 Januari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah

"YA Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa. Janganlah engkau meninggalkan kami dalam kesendirian dan ketidakberdayaan. Ampunilah kami yang selalu mengejar pengakuan tanpa sedikitpun berbuat kebaikan. Ampunilah kami yang baru sedikit saja berbuat kebaikan, tapi sudah mengaku-aku sebagai Pahlawan. Tumbuhkanlah tenggang rasa dan solidaritas antar sesama kami. Teguhkanlah rasa cinta tanah air kepada seluruh masyarakat bangsa kami, serta mantapkan tekad kami. Untuk membangun negara dan bangsa kami".
Itu penggalan kalimat yang saya pilih dan saya bacakan. Saat diberi amanah menyusun sekaligus membawakan doa. Kegiatan Tabur Bunga dan Ziarah dalam rangka memperingati Hari Bhakti Imigrasi ke-72. Di Taman Makam Pahlawan (TMP) Bukit Barisan, Medan.
Kalimat itu saya bacakan setelah secara seksama memanjatkan doa, sekaligus mengenang jasa para Pahlawan. Jasa pahlawan Kusuma bangsa. Orang-orang yang sudah teramat berat berjuang. Mengorbankan harta, benda, serta jiwa dan raga. Demi Indonesia.
Segenap jajaran Imigrasi Medan sekitar, dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara hadir dalam acara yang khidmat di tempat makam para pahlawan, pejabat militer dan para pejabat tinggi negara.
TMP Bukit Barisan ada di Jalan Sisingamangaraja. Jalan yang termasuk super sibuk di Medan. Setidaknya, ada 7 hektar lebih luas TMP ini. Begitu memasuki halamannya, Burung Garuda begitu berwibawa. Berada di atas tugu yang begitu megah. Begitu menarik perhatian ajak foto bersama, dengan bangga.
Sepintas saya berpikir. TMP dahulu menjadi salah satu pilihan destinasi masa kecil. Anak usia sekolah punya rasa ingin tahu, mana sih makam pahlawan?
Pengalaman pribadi, saya bersama abang-abang saya pernah menemani saudara (sepupu) main ke TMP Bukit Barisan ini. Tak peduli tak ada angkutan bermotor. Menaiki sepeda pun kami tempuh. Dari Jalan Karya ke Jalan Sisingamangaraja.
Begitu juga ketika kami ke Jakarta. TMP Kalibata pernah kami singgahi.
Entah apa yang menjadi faktor. Apakah buku-buku SD dahulu ramai dengan cerita heroik para pahlawan. Atau TMP saat ini yang butuh kekinian?
Apapun itu, bangsa besar adalah bangsa yang tak pernah sedikit pun melupakan jasa para pahlawan.
Bung Karno sudah begitu lantang menegaskan. Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya!
Ditegaskan lagi sama Soekarno, Presiden pertama Indonesia. Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tapi merdeka, daripada makan bistik tapi budak!
Sudah berapa kali makan enak?
Itu karena kita Indonesia Merdeka. Atas jasa para pahlawan! #fauziabdullah








Sabtu, 22 Januari 2022

INDAH IBUKOTA

Jakarta, 23 Januari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah

HIJAU rerumputan yang begitu luas sungguh menghibur mata. Langkah demi langkah jalan ini begitu saya nikmati.
Masih pagi sekali. Matahari masih perlahan naik. Sesekali suara burung berkicau dengan riangnya. Mengintip-intip dari celah ranting pohon. Sesekali dia bercanda dengan temannya. Sesekali hinggap di dahan pohon yang satu ke pohon yang lain. Bersahut-sahutan seakan memanggil mengajak bermain.
Belum jauh berjalan, secara bergantian kereta sapi melintas. Anak-anak kecil main kejar-kejaran. Saling berbagi tawa. Bagaimana tidak tertawa. Tak peduli bercelana koloran pun mereka bermain kejar kereta sapi. Diantara mereka ada yang terjatuh. Teman-temannya menertawakan sambil mengulurkan tangan ajak berdiri lagi.
Duh indah sekali pemandangan ini. Saling tegur sapa ke siapa saja yang melintas. Pagi jadi semakin riang.
Lahan di kiri dan kanan jalan yang ditapaki adalah peternakan sapi.
Indahnya suasana ini saya dapati sekitar 2 jam setelah terbang dari Bandara Kualanamu. Maskapai berplat merah membawa terbang pagi sekali. Masuk jam penerbangan awal-awal.
Pukul 03.00wib dini hari saya harus berangkat ke Kualanamu. Karena pukul 05.20wib pesawat sudah harus terbang menuju ibukota Jakarta.
Sekitar jam 08.00wib lewat, pilot berhasil membawa landing di Bandara Soekarno Hatta. Bandara ibukota yang super sibuk itu.
Tanpa berlama-lama, langkah lebar berjalan cepat pun dikebut. Sialnya, terminal 3. Begitu jauh harus sampai di depan bandara. Lumayan, kaki terasa sedikit lagi bisa naik betis.
Sampai di pelataran depan bandara. Tanpa berlama-lama. Taksi berlogo burung biru pun bersedia menghantarkan. Tiba di kawasan Kuningan.
Di kawasan ini lah saya dapati indahnya pemandangan. Padang rumput luas. Peternak sapi menggiring sapi memasuki wilayah pakan rumput. Burung-burung saling bersahut-sahutan. Pondok-pondok berjerami ada suami-istri yang sedang menikmati nasi rantangan.
Rasuna Mansion. Hotel tempat menginap. Dinding ke dinding. Ramainya orang berlalu lalang. Dan kendaraan bermotor yang ribut bersahut-sahutan. Menyadarkan saya dari mimpi indah.
Ternyata Kuningan Jakarta tak sebegitu indah pikiran saya. Tak sesejuk udara yang ingin dihirup. Tak seriang burung-burung bernyanyi.
Wilayah Kuningan Jakarta sudah tak lagi begitu. Tak lagi seperti yang digambarkan Zaenuddin HM dalam bukunya "212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe".
Hadir di Jakarta dalam rangka Seminar Nasional dan Bedah Buku Hukum Keimigrasian di Gedung Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI.
Jakarta masih begitu. Ramai, riuh. Gedung-gedung pencakar langit masih saja sombong. Gedung-gedung megah itu saling membusungkan dada.
Kuningan wilayah super sibuk di Jakarta. Gedung-gedung hotel, plaza, pusat bisnis, pemerintahan berdampingan.
Pedagang-pedagang kecil menghimpit. Menyempil di lorong-lorong sempit.
Bisa kah ibukota tampil dengan pemandangan indah?
Nusantara. Ini membawa mimpi ibukota ke wajah baru. Dengan wajah begitu indah. Super sibuk dengan tetap di sisi kanan kiri pemandangan. Begitu mempesona.
Seperti yang sudah ramai diperbincangkan. Ibukota akan meninggalkan Jakarta. Ke wilayah Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Di Kalimantan Timur.
Kesan ibukota harus benar-benar menyenangkan. Meski sibuk, harus penuh penghiburan yang begitu menyegarkan.
Kehadiran alam tak lagi diasingkan. Alam harus benar-benar diperhitungkan.
Ini tentang mimpi indah di ibukota. Seperti dialog film terkenal yang sedang ramai diperbincangkan. "It's my dream Mas. Not hers!".

Selasa, 18 Januari 2022

KOLABORASI KELEMBAGAAN

Jakarta, 19 Januari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah


PENGAMBILAN kebijakan harus saling sinergi dan reliabilitas. Itu yang pernah diungkapkan Max Weber tentang otoritas. Weber, ilmuwan yang melahirkan teori-teori Sosiologi itu sudah memikirkan sejak lama. Setidaknya di rentang usia ilmuwan dari Jerman itu, tahun 1864 hingga 1920.
Selain Sosiologi, Max yang juga dikenal dengan nama Maximilian Weber juga punya peran penting di bidang Politik, Ekonomi dan Geografi.
Tapi, bukan itu yang ingin saya sampaikan. Di teori otoritas itu, Weber sudah menekankan pentingnya sinergi. Pun dalam pengambilan keputusan.
Kolaborasi menjadi kata yang lebih sering sekarang kita dengar. Weber di eranya menyebut sinergi. Di tulisan-tulisan sebelumnya saya lebih suka menyebut dengan kata rangkulan.
Apapun itu. Ada pun perbedaan di makna, bisa jadi sedikit saja. Sinergi bisa dikatakan bermakna kegiatan gabungan, atau bareng-bareng dalam melakukan kegiatan. Kolaborasi punya makna kerja sama untuk melakukan sesuatu. Sinergi dan kolaborasi sama bermakna secara bersama-sama, rangkulan.
Lebih jamak difahami era ini. Kolaborasi lebih menekan hasil yang lebih konkret.
Menyalip kata sinergi, kolaborasi menjadi kata yang masih kita dengar. Setidaknya hingga beberapa tahun ke depan. Mark Marques menyalip Valentino Rossi, begitulah kira-kira.
Kolaborasi menjadi sangat penting kehadirannya di kelembagaan. Diharapkan mampu menyelesaikan kompleksitas permasalahan.
Sebenarnya, tak perlu lagi membuat lembaga demi lembaga. Untuk pekerjaan yang bisa kita selesaikan dengan kolaboratif.
Untuk tujuan bersama. Demi Indonesia.
Alasan yang sungguh penting ini yang menjadi landasan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI melaksanakan Seminar Nasional dan Bedah Buku. Ini rangkaian kegiatan peringatan Hari Bhakti Imigrasi ke-72.
Di tahun 2022 ini Imigrasi lebih suka mengambil tema "Bangkitnya Pelayanan, Revitalisasi Penegakan Hukum dan Keamanan Untuk Negeri".
Iklim akademis begitu berwibawa hadir di birokrasi. Penting bagi birokrasi. Karena manusia terus bergerak, sistem terus mengalami perkembangan, birokrasi harus berani hadir menjawab zaman.
Kolaborasi mengisi banyak pembahasan dalam seminar nasional yang juga hadir beragam pihak. Disamping Kemenkumham, Imigrasi, ada Australia Border Force, Immigration and Checkpoints Authority, Gurus Besar dari beberapa Universitas, Ditjen Bea Cukai, BAIS TNI, Kemenkopolhukam, hingga Kepolisian.
Seminar Nasional dan Bedah Buku ini diadakan secara luring dan daring. Luring dilaksanakan di Ruang Adiwinata Gedung Direktorat Jenderal Imigrasi di Jakarta. Kegiatan ini menerapkan disiplin protokol kesehatan, luring diikuti secara terbatas. Selebihnya diikuti secara daring.
Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Yasonna H. Laoly sebagai keynote speech sekaligus membuka secara langsung kegiatan ini. Juga hadir Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Edward O.S. Hiariej dan Plt. Direktur Jenderal Imigrasi Prof. Widodo Ekatjahjana.
Hadir secara langsung juga memberi perhatian penuh dalam perhelatan penting ini. Ronny F. Sompie, Analis Keimigrasian Ahli Utama Direktorat Jenderal Imigrasi (Mantan Dirjen Imigrasi.
Kolaborasi kelembagaan menjadi pembahasan penting dalam menjaga negara. Terutama di perbatasan-perbatasan wilayah nusantara. Ini era yang tak lagi ego-ego sektoral.
Eranya kolaborasi. Prosedur, data Informasi hingga realisasi bisa jadi dengan segera bisa kita wujudkan bersama. Itu nyawanya kolaborasi.
Bukankah ada pepatah. Jika ingin berjalan cepat, maka jalan lah sendiri. Jika ingin berjalan jauh, maka jalan lah bersama-sama.
Untuk kepentingan bersama, kebermanfaatan jangka panjang. Baiknya jalan bersama-sama. Bukan lagi aku atau kamu. Tapi Kita, Kolaborasi. Cemana cucok? #fauziabdullah