Arsip Blog

Jumat, 20 Maret 2009

Tanggapan Tulisan BUDI RAJAB. Kompas, Sabtu, 7 Februari 2009

Tulisan dan sekaligus merupakan kritikan dari Koentjaraningrat dan Mochtar Lubis tentang sikap mental bangsa Indonesia sangat tepat sekali, bahkan sampai saat sekarang ini seakan sudah lumrah kita rasakan.

Bicara mengenai budaya, yang menurut Koentjaraningrat adalah ide/pola pikir, tingkah laku manusia yang dilakukan secara terus-menurus. Mentalitas menerabas, tidak disiplin, tidak bertanggungjawab, tidak memiliki rasa penyesalan, dan hal-hal lainnya yang bernilai negatif dan tentunya tidak enak bila terdengar telinga dan dirasakan oleh hati, seakan telah menjadi budaya bangsa, bangsa Indonesia.

Apakah benar hal ini telah menjadi budaya?, ataukah Stereotipe terhadap bangsa?. Stereotipe ada karena fakta yangdimunculkan oleh seseorang maupun sekelompok orang, begitu juga budaya, budaya Indonesia yang banyak mendapat pengaruh dari budaya luar. Tahun 1970, dalam bukunya yang berjudul “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, Koentjaraningrat menerangkan pengaruh corak-corak kebudayaan luar di Indonesia ada tiga, yaitu. Pertama, pengaruh kebudayaan hindu, mengenai konsepsi susunan negara yang amat hirarkis dengan aneka bagian-bagian dan fraksi-fraksinya yang digolongkan ke dalam atau delapan bagian besar yang bersifat sederajat dan yang tersusun simetris. Dan semua golongan fraksi-fraksi tadi diorientasikan ke atas, ialah sang raja, yang di zaman kerajaan Hindu dahulu dianggap keturunan dewa, bersifat keramat, yang merupakan puncak dari segala hal dalam negara dan merupakan pusat dari alam semesta. Inilah yang merupakan akar dari apa yang telah ditunjukkan oleh rezim orde baru, negara langsung menempatkan diri sebagai patron yang otoriter, akar dari kuatnya posisi lapisan atas, bentuk masyarakat paternalistik, hubungan bapak-anak buah, yang menempatkan bapak ( pemimpin negara) sebagai patron berposisi dominan dan anak buah (rakyat) hanya menjadi subordinat dalam kebutuhan ekonomi dan kedudukan sosialnya tergantung dari patron.

Kedua, pengaruh kebuadayaan Islam, pertama sekali agama Islam masuk ke Indonesia asalnya dari Parsi/Gujarat, India Selatan, padahal agama Islam disana waktu itu mengandung banyak unsur-unsur mistik. Dampak dari hal inilah yang semakin memperkuat anak buah yang terlalu tergantung dari patron, yang takut akan bapak (pemimpin negara). Ketiga, pengaruh kebudayaan Eropa, pengaruh yang sangat kental yang di bawa oleh penjajah (Belanda). Disinilah awalnya, sehingga sampai sekarang kebudayaan dengan mentalitas pegawai negeri masih amat mempengaruhi kehidupan kebudayaan Indonesia pada umumnya. Sementara yang menduduki tingkat perdagangan dan perantara dari zaman kolonial Belanda sampai saat sekarang ini adalah dikuasai orang Tionghoa dan keturunan orang Tionghoa, yang mulai masuk di Indonesia dalam jumlah yang banyak sejak abad ke-17 dan ke-18. Maka, tidak mengherankan banyak terlihat pegawai negeri yang ingin cepat naik pangkat dan dengan cepat pula mendapat fasilitas melalui hubungan kronistik dengan atasan.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan di atas, beberapa solusi yang ditawarkan oleh Budi Raja dalam tulisannya yang berjudul ”Ketika Budaya Ikut Bersalah”. Yaitu negara harus konsisten dalam menerapkan aturan bagi aparatnya, aparat hukum dilapangan mesti bertindak konsisten, berbagai lembaga perlu mendorong perubahan budaya masyarakat ke arah yang egaliter, meritokratis, disiplin, toleran, kualitas pendidikan perlu ditingkatkan merupakan solusi yang efektif. Semoga kesadaran akan budaya tercipta pada semua ruang lingkup bangsa, dan melakukan perubahan akan budaya bukan berarti merubah jati diri bangsa, budaya bangsa bukan budaya yang negatif, apalagi yang tidak enak didengar oleh telinga dan dirasakan oleh hati.

1 komentar:

Radinton mengatakan...

Hal itu memang benar,,,
Kita harus tetap menjaga jati diri bangsa kita serta menjaga nilai2 budaya kita seperti gotongroyong, kekluargaan dan keadilan. Namun hal ini sudah mulai kabur akibat ketidak konsistenan dari aparatur penegak hukum. Kita memerlukan pemimpin yang benar2 mengerti akan nilai2 budaya Bangasa ini..

Salam,,,