Arsip Blog

Senin, 01 Maret 2010

MENCARI MAKNA DI TENGAH REALITAS itu tercipta..

Aku selalu teringat dimana kekuatan kata-kata itu sungguh berarti dikala aku membaca buku-buku tentang suatu penerapan sudut pandang.
Mana yang lebih diuntungkan dan mana yang seharusnya tidak pantas untuk diuntungkan?
Mana yang kebesaran nan agung, dan mana hanya tampak dibesar-besarkan dan bukan besar?

Ketika itu malam aku ingat lebih kurang setengah tahun silam (2009), sekitar pukul 00.50, tepat di lantai tempat aku meletakkan badan, memang kebiasaan aku untuk tidur di lantai, dingin. Disini dengan suasana sepi, aku masih saja asyik membolakkan balikkan buku bahan bacaanku sebelumnya, dari buku 'Metode Etnografi, James P. Spradley', Pengantar Antropologi dan Teori Antropologi 1 dan 2 miliknya mpu Koentjaraningrat, Antropologi Forensik nya si Etty, sampai pada curhatku tentang inisiasi.
Kala itu, memang cukup membayang dan cukup menyiksa, namun mengasyikkan.

Banyak kata demi kata, kalimat yang membuatku tertarik dalam pembahasan tiap-tiap buku itu, namun semakin sulit aku menurunkan kata demi kata dari itu untuk menjadikannya turunan.
'Menyelam', 'Mendalam', 'Lapangan', cukup menghantui.

Sekitar bulan Agustus-September, aku berkumpul awalnya bersama kerabat-kerabat Antropologi Unhas di Makassar, tepatnya di kantin dan halaman dekat Parkir FISIP UNHAS. Kerabat Adi, Kerabat Agam, Kerabat Bangkit dkk, mereka lah yang cukup meramaikan suasana aku di tana org Bugis disana. Banyak cerita-cerita yang terbagi, terutama seputaran Antropologi. Terlibat dalam diskusi-diskusi yang menggairahkan, tak jarang juga saling bertukar pikir, konsep dan metode, terimakasih buat kerabat-kerabat Antrop UNhas. Setelahnya, berkat koneksi dari kerabat Adi, aku berkesempatan bertemu dengan Kerabat Pandu dari UI dan Kerabat Ori dari UGM. Satu malam di bundaran MONAS dan kantin FISIP UI cukup berkesan. Begitu juga halnya yang terjadi disini gak jauh halnya dengan di makassar, diskusi dan saling bertukar pikiran. Bedanya disini aku bisa sedikit mengobati penasaranku dengan adanya gedung 'Koentjaraningrat' yang berada tepat dibelakangku, lebay sih sebenarnya, tapi aku cukup terhibur.

Kembalinya di Medan, kembali berkumpul dengan kerabat-kerabat Panitia Inisiasi Antropologi 2009. Kembali terlibat dalam diskusi dan pertukaran pikiran.
Perjuangan dalam Pewacanaan, itu titik tolak dalam semangat untuk memunculkan semua ini demi adanya sedikit perubahan.
Dengan realitas yang cukup fenomenal, yang selama ini cuma jadi bahan cerita dan tidak jarang menjadi bahan gunjingan.

Seputaran Inisiasi, aku sempat mendatangi dosen antropologi yang menurutku paling 'sedap'. Mereka Bang Fikarwin dan Mas Agus. Terimakasih banyak sebanyak-banyaknya, mungkin barisan kata itu lebay, namun kata-kata itu lah yang seakan tak sanggup terucap oleh kepuasan hati ini. Mereka banyak menyumbangkan pikiran-pikirannya tanpa pamrih.
'Untuk Perubahan yang Inovatif' kata hatiku mendamba.

Aku selalu ingat apa kata Bang Fikarwin, 'Wacana perlu ditimbulkan demi suatu kemenangan'. Kata-kata terucap dikala BAng Fik asyik bercerita seputaran disiplin ilmu (Psikologi). 'Pemahaman yang mendasar dan bukan pemahaman yang keliru' kira-kira begitu kata-kata yang keluar dalam suasana kelas di gedung A 1-6, kata-kata yang dapat aku tangkap dari Mas Agus yang dikenal sangat filsafat dikalangan mahasiswa-mahasiswanya di Antropologi.
Kata-kata merekalah yang selalu membimbingku hingga samapai sekarang ini, rangkaian kata yang briliant sekaligus memotivasi.

Saatnya dalam menorehkan kata-kata di kaos Antropologi yang bakal di buat, ketika itu desian di pegang oleh Alfi Zulkarnaen, kerabat Antropologi USU 2007.
Dalam suasana begadang di kontrakkan (Alfi,Fikri dan Rendi) dengan asap dari rokok yang terus mengepul, kerabat alfi dengan laptop kesayangannya tepat dihadapannya.

'Apa ini bah yang ditulis di belakang kaos?' Alfi berucap.

'Mecari Makna Tepat di Tengah-Tengah Realitas' jawabku.

Alfi langsung mengetikkan kata-kata itu di keyboard laptopnya dengan font yang baru saja di dapatnya, font yang artistik.

'Eh joL, coba backspace dulu!!!' tiba-tiba aku nyeletup begitu aku menyapa alfi untuk menggantikan kata-kata itu.

"Mencari Makna di Tengah Realitas"

itulah akhirnya rangkaian kata sebagai suatu hasil penurunan yang tercetak di belakang sisi baju berwarna hitam, dengan tulisan berwarna merah cerah.

Mencari makna di tengah realitas, realitas yang cukup fenomenal, pencarian yang tak kunjung menemui hasil pencapaiannya, kondisi organ yang semakin carut-marut, kita juga?? Tentu tidak.

Mencari Makna di Tengah Realitas, terimakasihku buat Kerabat-kerabat Panitia Inisiasi Antropologi (Kerabat 07 dan kerabat 08), terimakasihku buat para motivatorku yang selalu memutar isi kepala, buat kerabat-kerabat Antropologi Se-Indonesia atas diskusinya yang menghangatkan, dan buat Kerabat Antropologi 2009, tunjukkan! 'Lawan dengan Cerdas...Mencari Makna di Tengah Realitas'




Semangat buat Panitia Inisiasi Antropologi 2010 yang baru saja terbentuk, semoga sukses...
Yakinlah, bahwa usaha yang kritis dan inovatis itu menuai buah yang manis.
Salam Kekerabatan...