INDONESIA tetap Negeri Para Pahlawan, penuh obrolan
dan penuh sejarah semangat perjuangan. Meski sempat ada kesunyian dan luka yang
luar biasa terjadi di Tanah Air terkait terorisme, aksi kebiadaban anti kemanusiaan
terjadi pada 13 dan 14 Mei 2018. Bom meledak di Surabaya, setidaknya ada 13
orang meninggal dunia dan 43 orang menjadi korban luka-luka akibat ledakan bom
di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela yang beralamat di Jalan Ngagel Madya
Utara, Gereja Pantekosta Pusata Surabaya Jemaat Sawahan di Jalan Arjuno, Gereja
Kristen Indonesia Diponegoro di Jalan Raya Diponegoro. Seakan tak puas, pelaku
teror dengan mengendarai motor meledakkan diri di gerbang masuk markas Poltabes
di Surabaya. Sebelumnya, pelaku teror melancarkan aksi di Mako Brimob Kelapa
Dua Depok dan 16 Mei 2018 terjadi di Mapolda Riau.
Kesunyian
itu berakhir hari ini! Presiden Joko Widodo telah menyerukan basmi terorisme
hingga ke akar-akarnya. Negara tidak boleh kalah pada pelaku teror. Kita
bangkit dan kembali kobarkan semangat perjuangan, keberanian melawan terorime. Kita
Tidak Takut, Indonesia Tidak Takut!
Radikalisme Akar Terorisme
Aksi membasmi terorisme
hingga ke akar-akarnya harus dilakukan secara sistematis. Tekad melawan teroris
harus benar-benar dibulatkan oleh semua pihak dengan mengenal akar masalah aksi
terorisme. Terorisme identik dengan tindak kekerasan. Terorisme merupakan aksi
radikalisme yang terorganisir untuk membangkitkan perasaan teror pada
masyarakat dan mengganggu stabilitas Negara. Terorisme adalah tindak kejahatan
yang tidak ada kaitannya dengan agama.
Terorisme
bukan masalah baru terjadi di Indonesia. Hampir setiap tahun aksi tidak
bertanggungjawab ini membayangi dan menimbulkan kecemasan masyarakat Indonesia.
Tak jarang aksi terorisme ini harus merenggut nyawa dan luka-luka masyarakat
yang tidak bersalah. Fenomena terorisme telah menjadi masalah serius di
Indonesia.
Direktur Deradikalisasi Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris mengatakan bahwa akar
terorisme adalah radikalisme. Pernyataan itu disampaikan Irfan dalam diskusi
“Membangun Program Deradikalisasi Efektif, Upaya Menjaga Kedaulatan NKRI”
beberapa waktu lalu di Jakarta. Secara definisi, radikalisme berarti ideologi
atau faham yang bertujuan merubah sistem sosial dan politik dengan cara
kekerasan.
Radikalisme biasa muncul karena rasa
kecewa. Faktor-faktor pemicu radikalisme adalah ketidakadilan yang dirasakan
suatu kelompok tertentu baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya.
Radikalisme tidak selalu bersumber dari kemiskinan. Irfan menyampaikan bahwa faktor-faktor
pemicu radikalisme tersebut dapat tumbuh menjadi radikalisme dan berujung pada
terorisme.
Menurut Irfan, terorisme dan
radikalisme ini dapat dibendung dengan cara penguatan ideologi Pancasila. Hal
ini dilakukan guna memantapkan ideologi Pancasila, sekaligus menghindari
kekosongan ideologi bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian diharapkan
radikalisme dan terorisme tidak lagi masif terjadi setiap tahunnya di
Indonesia. Upaya ini tentu harus didorong dari kerja keras masyarakat dan peran
aparat pemerintahan baik Kepolisian, maupun Direktorat Jenderal Imigrasi.
Peran Direktorat Jenderal
Imigrasi
Kerja
cepat menangani kasus terorisme hingga penangkapan pelaku jaringan teroris di
sejumlah wilayah Indonesia telah dilakukan pihak Kepolisian, Direktorat
Jenderal Imigrasi juga turut menjalankan perannya dalam upaya mencegah
terorisme. Terorisme yang setiap tahunnya menjadi momok bagi masyarakat Indonesia,
menjadi perhatian serius bagi Ronny F. Sompie, Direktur Jenderal Imigrasi
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Selama tahun 2017, Imigrasi
melakukan penangkalan terorisme sebanyak 301 orang yang diduga terkait
terorisme.
Ronny
menyampaikan 301 orang tersebut berasal dari Afganistan, Filipina, Malaysia,
Iran dan Arab Saudi. Dikatakan Ronny, Imigrasi bekerjasama dengan Kepolisian
Republik Indonesia dan BNPT dalam upaya menangkal terorisme. Dari kerjasama
tersebut, didapati 142 orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO)
kasus terorisme dan 109 orang terindikasi ISIS (Islamic State Irak Suriah).
Kapolri
Jenderal Tito Karnavian dalam siaran pers mengatakan tiga keluarga terduga
teroris di Surabaya dan Sidoarjo, ada kaitannya dengan jaringan kelompok Jamaah
Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). JAD dan JAT merupakan
pendukung utama gerakan ISIS yang berjaringan internasional. Penanggulangan
terorisme oleh Imigrasi merupakan upaya penting dalam menjaga kedaulatan Negara
dari kejahatan Internasional.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menegaskan Imigrasi berperan aktif
dalam mencegah dan melakukan penanggulangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang
terlibat dalam gerakan ISIS. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal
1 angka 1 UU Keimigrasian, Direktorat
Jenderal Imigrasi merupakan unit pelaksana tugas dan fungsi
Kementerian Hukum dan HAM RI yang mengatur hal ihwal lalu lintas
orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka
menjaga tegaknya kedaulatan Negara.
Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor:
IMI-1562.GR.01.01 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kewaspadaan dalam Penerbitan
Paspor, dan Surat Direktur Jenderal Imigrasi Nomor; IMI.5-GR.04.02-2.1273
tentang Kewaspadaan terhadap Anggota / Simpatisan Kelompok Militan Negara Islam
Irak dan Suriah (ISIS) juga berisi perintah yang tegas untuk memperketat
penerbitan Paspor RI dengan cara melakukan penelitian berkas dan wawancara
secara cermat bagi WNI di seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia.
Optimalisasi
Pejabat Imigrasi dan Pengawasan Keimigrasian
Imigrasi
berperan penting dalam mencegah pergerakan para anggota kelompok teror. Pejabat
Imigrasi adalah garda terdepan dalam menegakkan UU Keimigrasian. Dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 7 UU Keimigrasian, Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang
telah melalui pendidikan khusus keimigrasian dan memiliki keahlian teknis
keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawab berdasarkan Undang-Undang.
Memang,
Indonesia wilayah kepulauan dengan geografis yang luas, memungkinkan banyaknya
jalur masuk dan keluar secara illegal di Indonesia baik WNI maupun Warga Negara
Asing. Banyak WNI bergabung dengan berbagai kelompok teror di Negara lain,
begitu juga WNA ada yang bergabung dengan kelompok teror di Indonesia yang
masuk dan keluar wilayah Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi aparat
pemerintah khususnya Pejabat Imigrasi dalam menjaga kedaulatan Republik
Indonesia.
Optimalisasi
peran Pejabat Imigrasi khususnya yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
(TPI) harus benar-benar menjadi perhatian serius. Pejabat Imigrasi yang mampu
bertindak tegas dalam memberi izin masuk dan keluar wilayah Indonesia baik bagi
WNI maupun WNA, mampu menangkal pergerakan terorisme. Di samping itu juga,
diperlukan TPI yang menyeluruh di sejumlah daerah strategis di wilayah
Indonesia dan jumlah sumber daya Pejabat Imigrasi harus diperbanyak untuk
mengisi TPI dan sejumlah kantor imigrasi.
Peran
pejabat imigrasi yang optimal mampu meningkatkan kinerja pengawasan
keimigrasian pada perlintasan orang baik WNI dan WNA yang masuk atau keluar
wilayah Indonesia. Dalam Pasal 67 UU Keimigrasian dijelaskan pengawasan
keimigrasian terhadap WNI dilaksanakan pada saat permohonan dokumen perjalanan,
keluar atau masuk, atau berada di luar wilayah Indonesia.
Kemudian
dijelaskan pasal 68 UU Keimigrasian, pengawasan keimigrasian terhadap WNA
dilaksanakan pada saat permohonan visa, masuk atau keluar, dan permberian izin
tinggal. Di TPI, Pejabat Imigrasi punya peran penting dalam menunda
keberangkatan dan izin masuk WNI atau WNA yang berpotensi terorisme, termasuk
gerakan dan penyebaran faham ISIS di Indonesia.
Pengawasan keimigrasian menjadi lebih optimal dengan adanya sinergitas
dari seluruh aparat pemerintah dan masyarakat. Imigrasi membentuk Tim
Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) di sejumlah wilayah Indonesia) yang berisikan
aparat dari Imigrasi dan aparat pemerintahan terkait. Masyarakat dapat
memberikan laporan keberadaan orang asing yang mencurigakan ke website Aplikasi Pengawasan Orang Asing
(APOA) Direktorat Jenderal Imigrasi. Dengan demikian, upaya membasmi terorisme
hingga ke akar-akarnya sebagaimana seruan Presiden Jokowi mampu kita wujudkan
dalam waktu yang tidak lama.
*Tulisan ini pernah terbit di Harian Analisa, pada 2 Juni 2018. Dapat juga dibaca di sini http://harian.analisadaily.com/opini/news/terorisme-dan-peran-imigrasi/564447/2018/06/02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar