Arsip Blog

Selasa, 18 Juni 2019

Terorisme dan Peran Imigrasi

INDONESIA tetap Negeri Para Pahlawan, penuh obrolan dan penuh sejarah semangat perjuangan. Meski sempat ada kesunyian dan luka yang luar biasa terjadi di Tanah Air terkait terorisme, aksi kebiadaban anti kemanusiaan terjadi pada 13 dan 14 Mei 2018. Bom meledak di Surabaya, setidaknya ada 13 orang meninggal dunia dan 43 orang menjadi korban luka-luka akibat ledakan bom di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela yang beralamat di Jalan Ngagel Madya Utara, Gereja Pantekosta Pusata Surabaya Jemaat Sawahan di Jalan Arjuno, Gereja Kristen Indonesia Diponegoro di Jalan Raya Diponegoro. Seakan tak puas, pelaku teror dengan mengendarai motor meledakkan diri di gerbang masuk markas Poltabes di Surabaya. Sebelumnya, pelaku teror melancarkan aksi di Mako Brimob Kelapa Dua Depok dan 16 Mei 2018 terjadi di Mapolda Riau.

Kesunyian itu berakhir hari ini! Presiden Joko Widodo telah menyerukan basmi terorisme hingga ke akar-akarnya. Negara tidak boleh kalah pada pelaku teror. Kita bangkit dan kembali kobarkan semangat perjuangan, keberanian melawan terorime. Kita Tidak Takut, Indonesia Tidak Takut!

Radikalisme Akar Terorisme

Aksi membasmi terorisme hingga ke akar-akarnya harus dilakukan secara sistematis. Tekad melawan teroris harus benar-benar dibulatkan oleh semua pihak dengan mengenal akar masalah aksi terorisme. Terorisme identik dengan tindak kekerasan. Terorisme merupakan aksi radikalisme yang terorganisir untuk membangkitkan perasaan teror pada masyarakat dan mengganggu stabilitas Negara. Terorisme adalah tindak kejahatan yang tidak ada kaitannya dengan agama.

Terorisme bukan masalah baru terjadi di Indonesia. Hampir setiap tahun aksi tidak bertanggungjawab ini membayangi dan menimbulkan kecemasan masyarakat Indonesia. Tak jarang aksi terorisme ini harus merenggut nyawa dan luka-luka masyarakat yang tidak bersalah. Fenomena terorisme telah menjadi masalah serius di Indonesia.

Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris mengatakan bahwa akar terorisme adalah radikalisme. Pernyataan itu disampaikan Irfan dalam diskusi “Membangun Program Deradikalisasi Efektif, Upaya Menjaga Kedaulatan NKRI” beberapa waktu lalu di Jakarta. Secara definisi, radikalisme berarti ideologi atau faham yang bertujuan merubah sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan.

Radikalisme biasa muncul karena rasa kecewa. Faktor-faktor pemicu radikalisme adalah ketidakadilan yang dirasakan suatu kelompok tertentu baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Radikalisme tidak selalu bersumber dari kemiskinan. Irfan menyampaikan bahwa faktor-faktor pemicu radikalisme tersebut dapat tumbuh menjadi radikalisme dan berujung pada terorisme.

Menurut Irfan, terorisme dan radikalisme ini dapat dibendung dengan cara penguatan ideologi Pancasila. Hal ini dilakukan guna memantapkan ideologi Pancasila, sekaligus menghindari kekosongan ideologi bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian diharapkan radikalisme dan terorisme tidak lagi masif terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Upaya ini tentu harus didorong dari kerja keras masyarakat dan peran aparat pemerintahan baik Kepolisian, maupun Direktorat Jenderal Imigrasi.

Peran Direktorat Jenderal Imigrasi

Kerja cepat menangani kasus terorisme hingga penangkapan pelaku jaringan teroris di sejumlah wilayah Indonesia telah dilakukan pihak Kepolisian, Direktorat Jenderal Imigrasi juga turut menjalankan perannya dalam upaya mencegah terorisme. Terorisme yang setiap tahunnya menjadi momok bagi masyarakat Indonesia, menjadi perhatian serius bagi Ronny F. Sompie, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Selama tahun 2017, Imigrasi melakukan penangkalan terorisme sebanyak 301 orang yang diduga terkait terorisme.

Ronny menyampaikan 301 orang tersebut berasal dari Afganistan, Filipina, Malaysia, Iran dan Arab Saudi. Dikatakan Ronny, Imigrasi bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan BNPT dalam upaya menangkal terorisme. Dari kerjasama tersebut, didapati 142 orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus terorisme dan 109 orang terindikasi ISIS (Islamic State Irak Suriah).

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam siaran pers mengatakan tiga keluarga terduga teroris di Surabaya dan Sidoarjo, ada kaitannya dengan jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). JAD dan JAT merupakan pendukung utama gerakan ISIS yang berjaringan internasional. Penanggulangan terorisme oleh Imigrasi merupakan upaya penting dalam menjaga kedaulatan Negara dari kejahatan Internasional.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menegaskan Imigrasi berperan aktif dalam mencegah dan melakukan penanggulangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam gerakan ISIS. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 1 angka 1 UU Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi merupakan unit pelaksana tugas dan fungsi Kementerian  Hukum dan HAM RI yang mengatur hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara.

Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: IMI-1562.GR.01.01 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kewaspadaan dalam Penerbitan Paspor, dan Surat Direktur Jenderal Imigrasi Nomor; IMI.5-GR.04.02-2.1273 tentang Kewaspadaan terhadap Anggota / Simpatisan Kelompok Militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga berisi perintah yang tegas untuk memperketat penerbitan Paspor RI dengan cara melakukan penelitian berkas dan wawancara secara cermat bagi WNI di seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia.

Optimalisasi Pejabat Imigrasi dan Pengawasan Keimigrasian

Imigrasi berperan penting dalam mencegah pergerakan para anggota kelompok teror. Pejabat Imigrasi adalah garda terdepan dalam menegakkan UU Keimigrasian. Dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 UU Keimigrasian, Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus keimigrasian dan memiliki keahlian teknis keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang.

Memang, Indonesia wilayah kepulauan dengan geografis yang luas, memungkinkan banyaknya jalur masuk dan keluar secara illegal di Indonesia baik WNI maupun Warga Negara Asing. Banyak WNI bergabung dengan berbagai kelompok teror di Negara lain, begitu juga WNA ada yang bergabung dengan kelompok teror di Indonesia yang masuk dan keluar wilayah Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi aparat pemerintah khususnya Pejabat Imigrasi dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia.

Optimalisasi peran Pejabat Imigrasi khususnya yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) harus benar-benar menjadi perhatian serius. Pejabat Imigrasi yang mampu bertindak tegas dalam memberi izin masuk dan keluar wilayah Indonesia baik bagi WNI maupun WNA, mampu menangkal pergerakan terorisme. Di samping itu juga, diperlukan TPI yang menyeluruh di sejumlah daerah strategis di wilayah Indonesia dan jumlah sumber daya Pejabat Imigrasi harus diperbanyak untuk mengisi TPI dan sejumlah kantor imigrasi.

Peran pejabat imigrasi yang optimal mampu meningkatkan kinerja pengawasan keimigrasian pada perlintasan orang baik WNI dan WNA yang masuk atau keluar wilayah Indonesia. Dalam Pasal 67 UU Keimigrasian dijelaskan pengawasan keimigrasian terhadap WNI dilaksanakan pada saat permohonan dokumen perjalanan, keluar atau masuk, atau berada di luar wilayah Indonesia.

Kemudian dijelaskan pasal 68 UU Keimigrasian, pengawasan keimigrasian terhadap WNA dilaksanakan pada saat permohonan visa, masuk atau keluar, dan permberian izin tinggal. Di TPI, Pejabat Imigrasi punya peran penting dalam menunda keberangkatan dan izin masuk WNI atau WNA yang berpotensi terorisme, termasuk gerakan dan penyebaran faham ISIS di Indonesia.

Pengawasan keimigrasian menjadi lebih optimal dengan adanya sinergitas dari seluruh aparat pemerintah dan masyarakat. Imigrasi membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) di sejumlah wilayah Indonesia) yang berisikan aparat dari Imigrasi dan aparat pemerintahan terkait. Masyarakat dapat memberikan laporan keberadaan orang asing yang mencurigakan ke website Aplikasi Pengawasan Orang Asing (APOA) Direktorat Jenderal Imigrasi. Dengan demikian, upaya membasmi terorisme hingga ke akar-akarnya sebagaimana seruan Presiden Jokowi mampu kita wujudkan dalam waktu yang tidak lama.

*Tulisan ini pernah terbit di Harian Analisa, pada 2 Juni 2018. Dapat juga dibaca di sini http://harian.analisadaily.com/opini/news/terorisme-dan-peran-imigrasi/564447/2018/06/02

Tidak ada komentar: