Arsip Blog

Kamis, 13 Januari 2022

PODCAST DEDDY CORBUZIER : PERTANYAANNYA TAK BERBOBOT

Medan, 13 Januari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah


Malam tadi, selepas saya menyibukkan diri dengan sederhana merayakan ulang tahun istri. Tetiba istri saya Annisa, gelisah. Setengah mengomel khas gaya emak-emak.
Kegelisahannya saya faham. Cenderung persoalan parahnya pemberitaan. Tapi kali ini, istri saya mengomeli podcast Deddy Corbuzier.
Benar. Podcast Deddy Corbuzier yang mengundang Shin Tae Yong, pelatih timnas sepakbola Indonesia.
Saya coba faham omelannya. Saya tonton podcast yang sempat trending topic di jagat media sosial kemarin.
"Pertanyaannya gak berbobot sih. Jadi malu nontonnya. Kita orang Indonesia. Harusnya lebih berbobot," istri saya setengah mengomel.
Benar saja. Di podcast kali ini, Deddy tak tampil seperti seberkualitas biasanya. Deddy yang berhasil menguliti para artis papan atas sampai pejabat negara.
Melalui channel youtube, pertanyaan tak berbobotnya Deddy bisa disaksikan di durasi menit ke 11:07:00.
"Apakah pelatih sepakbola bisa main sepakbola?," tanya Deddy yang awalnya mantap.
Setelah diterangkan oleh penerjemah kepada penerjemah kepada Couch Shin. Mata Couch Shin pun terbelalak. Raut wajah ngenes pelatih kebanggaan Indonesia begitu jelas terlihat. Penerjemah pun sontak tertunduk ikut malu.
Deddy pun salah tingkah. Mau bersuara tapi terbata-bata.
Cekatan Couch Shin menjawab pertanyaan Deddy, "Kualitas pertanyaannya sangat dibawah (tak berbobot)".
Lebih parahnya lagi, Deddy secara sembrono menyinggung antara Korea Selatan dan Korea Utara. Durasi menit 19:25:10 menayangkan jelas begitu malu-maluinnya kualitas pertanyaan Deddy.
"Gini aja saya punya ide. Kan kita punya pelatih dari Korea Selatan, kita pakai pakar nutrisi dari Korea Utara," tanya Deddy.
Sang penerjemah sontak langsung malu mendengar itu. Sampai-sampai harus kebingungan. Penerjemah berusaha keras supaya tak menyinggung Shin Tae-Yong yang berkebangsaan Korea Selatan.
Alhasil, Couch Shin pun memilih untuk tidak menjawab pertanyaan yang tak punya bobot kualitas itu. "Melawak seperti itu tidak boleh dibiasakan," respon pelatih yang berhasil membangkitkan kembali mimpi juara persepakbolaan Indonesia.
Alih-alih memilih dan memilah-milah pertanyaan berkualitas. Deddy seakan tak berempati terhadap sensitivitas antara warga Korea Selatan dan Korea Utara.
Sensitivitas warga Korea Selatan dan Korea Utara yang tak ingin mengingat kembali lembaran kelam di masa lampau.
Setiap bangsa punya sejarah kelam. Membuat luka dan sensitivitas yang begitu mendalam. Begitu juga Indonesia dengan segudang cerita sejarahnya. Kenapa Deddy tak sedikit pun memberikan empati?
"Seharusnya Deddy bisa lebih memilih pertanyaan yg lebih baik lagi dong. Gitu kali sih!," cecar istri saya yang tadinya setengah mengomel menjadi emosian.
Sambil terus mengomel sambil terus emosian. Istri saya menceritakan sejarah film romantis drama korea Crash Landing on You. Ternyata film yang dibintangi Hyun Bin dan Seo Yea Ji itu pun menimbulkan luka tersendiri.
Kim Jong Un mengkritik keras dan tidak suka tentara Korea Utara digambarkan sangat romantis dan tidak tegas dalam film itu.
Fix. Di akhir-akhir saya menjadi pendengar omelan sang istri. Kami menyimpulkan, Deddy Corbuzier kurang riset! Deddy tidak riset begitu mendalam sebelum mewawancarai Shin Tae-Yong.
Alhasil, pembahasan seputar sepakbola yang diutarakan tak matang. Kualitas pertanyaan yang diajukan Deddy pun seperti yang disinggung Couch Shin, tak berbobot.
Selain lemahnya riset yang dilakukan Deddy. Deddy juga tenggelam dalam arus kecepatan. Nafsu ingin banyak viewer. Mumpung Shin Tae-Yong masih sedang ramai dibicarakan. Cepat-cepat tayang begitu menggiurkan bagi Deddy dan tim. Sementara kualitas tak begitu menjadi perhitungan.
Dalam tulisan saya yang terbit di Harian Analisa tahun 2016, berjudul "Perilaku Kita dan Media". Saya sudah menyinggung hal itu.
Bahwa modernitas tak hanya ditandai oleh kebaruan, tapi juga kecepatan. Era modernitas selalu ramai dipadati hal-hal yang serba baru dan cepat.
Dalam kapitalisme global, cepat adalah sebuah kemajuan dan diam berarti terhempas oleh laju percepatan.
Alhasil. Kehidupan begitu dalam tenggelam dalam hal yang serba bertempo cepat. Ruang bagi kehidupan yang lebih bermakna, berkualitas dan berdampak luas pun menjadi begitu sempit.
Syukurlah ada sate. Meski tak mampu menambah bobot pertanyaan. Sate kambing yang dihidangkan Deddy rupanya membuat Shin Tae-Yong lahap.
Terima kasih sate, terima kasih Deddy Corbuzier.
Terima kasih dari masyarakat Indonesia untuk couch Shin Tae-Yong. Tolong bawa kita juara ya Couch! #fauziabdullah


Tidak ada komentar: