Arsip Blog

Jumat, 27 September 2024

BABAK BARU UU IMIGRASI

 


SETELAH 13 tahun perjalanannya, kini UU Imigrasi akan memasuki babak baru. Sebagai hal ihwal yang mengatur lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia yang begitu dinamis, sekaligus menjaga kedaulatan negara. 13 tahun itu terbilang sangat lama. Karena sejatinya hukum mampu mengikuti perubahan.

Kini UU Imigrasi memasuki babak baru. Ini prestasi baru bagi Menteri Hukum dan HAM yang baru, Bapak Supratman Andi Agtas, dan Direktur Jenderal Imigrasi Bapak Silmy Karim.

Tak perlu terkejut sekarang. Saya telah banyak menulis tentang RUU Keimigrasian. Lihat saja postingan di media sosial ini. Kalau maksa dan masih penasaran, esensinya yang saya bahas seputar kewenangan pengawasan orang asing.

Kalau kemarin Pengawasan Orang Asing adalah kewenangan Imigrasi. Dengan hadirnya UU Imigrasi yang baru, sudah tidak lagi. Pengawasan orang asing sudah tidak lagi kewenangan yang hanya dimiliki Imigrasi.

Membahas itu kita bisa lihat melalui kacamata politik hukum. Ini ilmu yang sangat berpengaruh sekali dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Politik hukum adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari peraturan perundang-undangan. Karena ada political will di situ. Sederhananya memahami politik hukum UU Imigrasi, dapat dipahami mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan.

Pun kamu sudah tahu itu. Babak baru UU Imigrasi sudah sampai tahap mana. Kamu benar. Kemarin, 19 September 2024 DPR mengesahkan RUU Imigrasi. Artinya, DPR bersama dengan Pemerintah telah bersepakat atas RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Babak baru UU Imigrasi kini tinggal ditandatangani Presiden. Artinya, RUU Imigrasi yang sudah disahkan itu tinggal butuh waktu 30 hari lagi saja, ditandatangani ataupun tidak ditandangani oleh Presiden. RUU Imigrasi sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Ketentuan itu jelas dan terang diatur. Lihat saja langsung bunyi UUD 1945 Pasal 20 ayat (5). Lalu kemudian, Menteri Hukum dan HAM mengesahkan dan memasukkan UU Imigrasi dalam lembar negara termasuk penomoran UU Imigrasi sesuai urutan penomoran lembar negara. Dengan atau tanpa tanda tangan Presiden.



Apa saja yang direvisi di UU Imigrasi yang baru? Secara esensi, ada Sembilan perubahan dalam UU Imigrasi. Pun kamu sudah tahu apa yang Sembilan itu.

Kesembilannya saya tidak tuliskan kajian rincinya di sini. Yang jelas, di babak baru UU Imigrasi ini saya bersyukur, UU Imigrasi telah mengindahkan naskah akademik. Di tulisan sebelumnya, saya sering tegas membilangkan, bahwa UU 6/2011 tidak memiliki naskah akademik. Secara politik hukum ada yang kurang pas.

Kajian yang saya fokuskan di tulisan ini, 2 hal saja. Satu yang sudah saya singgung di atas, tentang Kewenangan Pengawasan Orang Asing. Dan yang kedua, tentang Pejabat Imigrasi yang dibekali Senjata Api.

Kita mulai dari Pasal 72 RUU Imigrasi. Ada penambahan frasa “dan/atau Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Yang sebelumnya cukup di Pejabat Imigrasi. Ini yang saya maksudkan kewenangan pengawasan orang asing ada di Pejabat Imigrasi dan/atau Pejabat Kepolisian Republik Indonesia. Alasan sinergitas baik di sini, artinya ada koordinasi dan sinergi antar penegak hukum dalam melakukan pengawasan terhadap orang asing.

Namun, ini rentan tumpang tindih pelaksanaan kewenangan di lapangan. Implikasi terminologi pengawasan orang asing bisa jadi menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Sejarah hukum pelaksanaan regulasi ini dapat dilihat. Frasa Pejabat Polri bukan hal baru di UU Imigrasi. Telah ada di UU Imigrasi yang lama, UU 9/1992. Namun, frasa itu dihilangkan ketika UU 6/2011 diundangkan dan diatur tegas dalam Pasal 71-75 UU 6/2011 perubahan kedua UU Imigrasi. Kini, muncul Kembali dengan penambahan frasa di Pasal 72 di perubahan ketiga UU Imigrasi.

Pasal 72 di perubahan ketiga UU Imigrasi secara terang mengakomodir Pasal 16A huruf d RUU Polri. “Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing guna mengamankan kepentingan nasional dan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Kemudian, tentang Pejabat Imigrasi yang dilengkapi senjata api. Tercantum dalam Pasal 3 ayat (4) UU Imigrasi yang baru. Tunggu dulu, jangan sampai keliru menerjemahkan. Karena bukan seluruh pejabat imigrasi. Pejabat Imigrasi tertentu dapat dilengkapi dilengkapi senjata api. Ini sebagai perlindungan diri.

Ini menarik, karena memang dalam bertugas pegawai imigrasi tak jarang rentan keselamatan diri. Tapi, kepemilikan senjata api dan perlindungan diri bersifat individualis dan sangat subjektif. Bahkan, Brian Z. Tamanaha dalam bukunya ‘Law as a means to an end’ mengingatkan bahwa perlindungan diri sangat tergantung persepsi individu. Artinya, konsteks dan situasi kepemilikan senjata api dan perlindungan diri sangat mungkin menimbulkan perdebatan lebih lanjut.

Beda halnya dengan perlindungan hukum. Memang, cukup disayangkan UU Imigrasi yang baru belum juga membahas terkait Perlindungan Hukum bagi Pegawai Imigrasi. Di tulisan-tulisan sebelumnya saya sudah mengutarakan konsep perlindungan hukum bagi pegawai Imigrasi. Karena pegawai imigrasi rentan kriminalisasi hingga terancam keselamatan diri dalam bertugas. Tapi, di UU Imigrasi yang baru belum juga mengatur rinci perlindungan hukum bagi seluruh pegawai imigrasi.

Padahal lebih penting, perlindungan hukum bukan hanya tentang individu. Perlindungan hukum mencakup hak seluruh pegawai imigrasi yang diakui secara resmi dan diakui oleh negara. Ini alasan saya sampaikan bahwa penting perlindungan hukum pegawai Imigrasi diatur dalam UU Imigrasi.

Dalam konteks pegawai imigrasi, jelas senjata api dalam keadaan tertentu dibutuhkan. Namun, perlindungan hukum jauh lebih penting daripada perlindungan diri. Filsuf hukum dalam bukunya yang begitu terkenal ‘The Concept of Law’, Hart telah menasihati bahwa perlindungan hukum bersifat objektif dan dapat diakses melalui sistem hukum. Beda halnya dengan perlindungan diri yang bersifat subjektif. Karena tanpa perlindungan hukum, perlindungan diri bersifat reaktif, tidak terjamin dan rentan ugal-ugalan.

Menurut kamu, lebih penting perlindungan diri atau perlindungan hukum yang dapat diakses oleh seluruh pegawai imigrasi?

*Fauzi Abdullah, penulis ebook ‘Seluk-Beluk Hukum Keimigrasian’



Minggu, 22 September 2024

TIM ADVOKASI HUKUM IMIGRASI

 


IDE tim advokasi hukum imigrasi dimunculkan dengan tujuan utama. Tujuan yang paling mendasar, mampu memastikan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan setiap tugas bagi seluruh pegawai imigrasi yang sebenarnya rentan kriminalisasi.

Bayangkan. Dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, petugas imigrasi tak jarang mendapat intimidasi hingga terancam keselamatan diri.



Petugas Imigrasi bukan hanya berkutat persoalan paspor, namun juga pemeriksaan pada tiap-tiap perbatasan negara. Perbatasan itu dengan tantangan yang dinamis, perbatasan darat (PLBN), tempat pemeriksaan udara (TPI Udara), dan tempat pemeriksaan laut (TPI Laut). Kemudian, melakukan pengawasan hingga penindakan keimigrasian baik bagi WNI maupun WNA yang berbahaya bagi kedaulatan negara. Mulai dari kejahatan narkoba, TPPO, pelaku judi online, terorisme hingga meringkus pelaku kejahatan internasional lainnya. Itu bagian dari tugas dan fungsi pegawai imigrasi.

Itu yang saya maksud rentan kriminalisasi. Sudah cukup petugas imigrasi menjadi tertuduh dan dikriminalisasi. Sudah bukan waktunya lagi pegawai imigrasi dibiarkan sendiri, pendampingan hukum bagi pegawai diperlukan juga demi kewibawaan organisasi.



Maka, diperlukan konsep merealisasikan ide. Konsep mulai saya tuliskan sewaktu masih berdinas di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta. Saya bersyukur dan terbilang beruntung. Ini juga berkat kerja keras Bapak Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Subki Miuldi, dan Bapak Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Arfa Yudha, dan Pak Kepala Seksi Penindakan Wilando.

Konsep demi konsep mulai dituliskan, dari beragam sudut pandang. Kemudian memunculkan hasil telaah. Pada dasarnya, landasannya adalah UU 48/2009, UU ASN Pasal 92 ayat (1), UU 8/1981. Dan perlu norma hukum baru dalam revisi UU Keimigrasian 6/2011 terkait perlindungan hukum bagi petugas imigrasi. Bukannya pendampingan dan perlindungan hukum adalah hak pegawai?

Sebagian konsep ini juga bisa dibaca di media sosial yang telah saya bagikan. Pun termasuk petingnya unit eselon 2 baru di Direktorat Jenderal Imigrasi, dengan usulan numenklatur Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian.

Tim Advokasi Hukum Imigrasi di Imigrasi Soekarno-Hatta, berawal dari semangat pendampingan bagi pegawai imigrasi Soekarno-Hatta yang dapat upaya kriminalisasi. Kemudian terus berlanjut dengan melakukan pendampingan dan pertimbangan hukum bagi pegawai. Sekaligus memberikan semacam legal opinion bagi Kepala Kantor sebagai langkah pertimbangan hukum sebelum pimpinan mengambil kebijakan.

Kemarin, saya bertemu Bapak Kakanim Soetta dan mendapat kabar gembira dari Bapak Kabid Inteldakim. Yang isinya bahwa Tim Advokasi Hukum Imigrasi diupayakan berjalan di Imigrasi Soekarno-Hatta. Saya yang saat ini bertugas di Direktorat Jenderal Imigrasi turut bangga mendengar hal ini.



Teman-teman Imigrasi Soekarno-Hatta yang mendapat panggilan, bergegaslah. Imigrasi Soetta butuh kalian. Hukum itu seru. Karena hukum tak hanya seputar sosial, hukum itu juga ilmu pasti. Juga hukum itu sesungguhnya berkesenian. Berhukum itu seni argumentasi.

Sebagai rencana strategis, ke depan Imigrasi butuh Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian. Tim Advokasi Hukum Imigrasi bisa dijadikan cikal bakal dalam upaya perlindungan hukum bagi Direktur Jenderal Imigrasi dan jajaran sekaligus penguatan kelembagaan Imigrasi. Semoga bermanfaat.


*Fauzi Abdullah, penulis ebook 'Seluk-Beluk Hukum Keimigrasian'



IDE PERLINDUNGAN HUKUM PEGAWAI IMIGRASI



KRIMINALISASI tuduhan maladministrasi sampai pada pidana penjara selalu menghantui. Padahal tugas pegawai Imigrasi tak terbilang mudah. Mulai dari memenuhi hak layanan paspor bagi masyarakat, sampai pada meringkus pelaku kejahatan internasional.

Tak jarang sampai terindimidasi dan terancam keselamatan diri. Itu risiko pegawai Imigrasi.
Pemeriksaan imigrasi di Bandara, Pelabuhan dan PLBN sampai pada pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian di luar negeri. Intelijen dan pengawasan keimigrasian, penyidikan sampai pada pelayanan izin tinggal dan pelayanan paspor tak terlepas dari upaya kriminalisasi.
Ini harus dipikirkan. Upaya supremasi dan penegakan hukum keimigrasian sejatinya juga dibarengi dengan upaya perlindungan hukum bagi pegawai.



Biro hukum saat ini di Kementerian Hukum dan HAM belum menjawab kebutuhan permasalahan keimigrasian. Seluk-beluk perlindungan hukum bagi pegawai Imigrasi butuh perhatian serius dan berada di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Amanat UU 48/2009, bahwa setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan atau dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Itu artinya, setiap pegawai Imigrasi yang terkena upaya kriminalisasi belum tentu bersalah. Bahkan sampai disidangkan sekalipun. Tidak bersalah sebelum inkracht, berkekuatan hukum tetap.
Perlu konsep menyusun upaya perlindungan hukum. Secara singkat, konsep itu dapat saya jabarkan.
Asas praduga tak bersalah menjadi acuan. UU 8/1981 tentang KUHAP dalam Penjelasan Umum Angka 3 dapat dilihat terkait asas praduga tak bersalah.
SDM Imigrasi itu ASN, mengacu pada UU ASN. Pasal 92 ayat (1) UU ASN memang mengatur perlindungan hukum. Namun belum berisi penjelasan dan mekanisme lebih rinci terkait bantuan dan pendampingan hukum.
Perlu cara berpikir baru sekaligus terobosan bagi kemajuan Imigrasi. Butuh setingkat eselon 2 baru terkait hukum, Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian. Atau memaksimalkan kinerja eselon 2 yang telah ada, Direktorat Hukum dan Kerjasama Keimigrasian misalnya.
Kinerja keimigrasian terus berjalan di tiap detiknya. Maka dari itu, upaya perlindungan hukum bagi SDM Imigrasi kebutuhan mendesak.
Manfaat yang diperoleh pun luas. Yakni mampu memberikan upaya perlindungan hukum sekaligus biaya proses penyelesaian masalah hukum bagi Direktur Jenderal Imigrasi, BOD, Pejabat, Pegawai dan bila perlu pensiunan atau mantan pegawai Imigrasi.
Asas keadilan dan equality before the law, persamaan hak di hadapan hukum benar-benar terwujud di Imigrasi.





*Fauzi Abdullah, penulis ebook 'Seluk-Beluk Hukum Keimigrasian'

DIREKTORAT HUKUM DAN KEPATUHAN INTERNAL IMIGRASI



 “The rule of law is not just about laws. It’s about ensuring that laws are fair and equitable. Without this foundation, there is no real security or welfare,” Tom Bingham.


Kesejahteraan, perlindungan dan kepastian hukum adalah hal yang sangat mendasar sekali. Kalimat bijak di atas disampaikan Tom Bingham dalam bukunya The Rule of Law. Mantan Ketua Mahkamah Agung Inggris dan Wales itu menegaskan tanpa adanya hukum yang adil kesejahteraan yang sejati tidak dapat dicapai, karena hukum adalah fondasi untuk keamanan dan perlindungan.

Pun begitu pernah dipertegas kembali oleh Prof. Jimly Asshiddiqqie. Ahli Hukum yang sangat produktif menulis, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia serius menyampaikan pentingnya hukum sebagai instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial yang mendukung kesejahteraan. Lebih jelasnya, kesejahteraan yang sejati tidak dapat dicapai tanpa adanya kepastian hukum dan perlindungan yang memadai.

Begitu juga halnya dengan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pegawai imigrasi. Bahwa kesejahteraan pegawai tak akan berarti apa-apa tanpa adanya kepastian dan perlindungan hukum bagi pegawai yang menjalankan tugas.

Tim Advokasi Hukum Imigrasi yang konsepnya telah saya tulis kemarin, juga esensinya terkait kesejahteraan dan memberi kepastian hukum bagi pegawai imigrasi. Setelah beberapa kali realisasi langsung di lapangan saat saya masih bertugas di Seksi Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta. Konsistensi dan manfaat Tim Advokasi Hukum Imigrasi berjalan hingga saat ini di Imigrasi Soetta. Buah kerja keras Kakanimsus Soetta, Bapak Subki Miuldi, Kabid Inteldakim Pak Arfa Yudha, dan Kasie Penindakan Pak Wilando Situmorang.

Tim Advokasi Hukum Imigrasi sebenarnya wujud realisasi terkecil, sebaiknya menjadi cikal bakal dibentuknya Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian di Direktorat Jenderal Imigrasi. Tujuan mulia Direktur Jenderal Imigrasi, Bapak Silmy Karim bisa semakin cepat terealisasi dengan kehadiran pembantu baru, unit eselon 2 baru Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian.

Saat ini, yang membantu kerja-kerja cepat Pak Dirjen ada direktorat teknis. Direktorat Intelijen Keimigrasian, Direktorat Sistik, Direktorat Lantaskim, Direktorat Izin Tinggal, Direktorat Wasdakim, namun belum ada Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian. Seberapa penting Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian?

Tim Advokasi Hukum Imigrasi Soekarno-Hatta telah melakukan beberapa kegiatan. Sekali lagi, bisa dijadikan langkah tercepat dijadikan cikal bakal.




Contoh terdekat saya analogikan begini. Baru terjadi kemarin, tanggal 8 September 2024 prestasi ditunjukkan oleh Imigrasi Entikong. Pegawai Imigrasi Entikong berhasil membekuk Obligor BLBI inisial MS yang masuk daftar pencegahan keluar wilayah Indonesia. MS hendak kabur ke Sarawak, Malaysia dengan alasan berobat.

Mekanisme penanganan dan penegakan hukum terhadap MS berjalan. Imigrasi memiliki Direktorat Intel dan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian untuk memproses MS. Kemudian, bagaimana mekanisme perlindungan hukum terhadap pegawai imigrasi yang bertugas membekuk MS?

Coba bayangkan. Petugas imigrasi bertugas sesuai SOP Pemeriksaan tanpa penutup wajah, dan ada papan nama lengkap yang melekat di baju dinas. Wajah dan nama itu bisa menjadi tanda yang begitu mudah diingat oleh siapa saja. Termasuk bagi orang yang melakukan resisten atau yang ingin melakukan perlawanan di kemudian hari. Ini yang saya maksud, pegawai imigrasi rentan kriminalisasi. Ingat, zaman sudah begitu canggih.

Lihat rilis resmi Ditjen Imigrasi tentang ‘Hati-Hati Informasi Palsu’. Isinya, beredar luas tentang informasi palsu di halaman Google Maps pada sejumlah kantor imigrasi. Nomor whatsapp 081230030440 disinyalir melakukan penipuan terhadap masyarakat dengan meminta transfer sejumlah uang.

Dengan adanya Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian, tindak kejahatan serius itu semestinya tidak hanya berupa penghimpunan informasi telah adanya tindak kejahatan. Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian bisa melakukan telaah dan analisis hukum, serta bahan rekomendasi kebijakan yang berguna bagi pengambilan keputusan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Banyak lagi manfaat yang diperoleh. Demi kemanfaatan, efektivitas dan penguatan kelembagaan Imigrasi. Karena menyoal kesejahteraan dan perlindungan hal yang semestinya di awal. Seperti nasihat Prof. Jimly di atas, itu bisa ditemui di Buku Pengantar Ilmu Hukum, awal sekali dipelajari Mahasiswa Hukum di Semester Satu.

Itu pentingnya, kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pegawai. Pun begitu harus ada mekanisme yang terang bagi pegawai yang melakukan pelanggaran saat bertugas. Fungsi penegakan integritas pegawai, pengelolaan risiko dan pengendalian intern bisa dijalankan oleh Direktorat Hukum dan Kepatuhan Internal Keimigrasian.

Termasuk ketika Imigrasi benar menjadi Badan Keimigrasian. Fungsi Hukum dan Kepatuhan Internal begitu mendasar, pun erat kaitannya dengan kesejahteraan pegawai. Tanpa kepastian perlindungan hukum, kesejahteraan sejati tidak akan tercapai.


*Fauzi Abdullah, penulis ebook ‘Seluk-Beluk Hukum Keimigrasian’.



Rabu, 02 Februari 2022

FAKTOR HABIBIE

Medan, 2 Februari 2022
Oleh : Fauzi Abdullah

TAK terbayang bila Indonesia tanpa pesawat. Ini menjadi salah satu pekerjaan yang tak mudah bagi pemikir bangsa. Para pembesar Indonesia.
Berkat kecintaannya. Pembuktiannya, Habibie berhasil membuat pesawat karya anak bangsa sendiri. Pesawat Gatotkaca mengudara di langit Indonesia. 50 penumpang berhasil terbang 55 menit pada 10 Agustus 1995.
Indonesia negara kepulauan. Jelas bagaimana bisa kita bisa menjangkau Indonesia tanpa pesawat? Apalagi era serba cepat seperti sekarang.
Saya pernah merasakan langsung. Ketika harus segera sampai di pulau yang erat kaitannya dengan rumpun bangsa Austronesia.
Itu kesimpulan dari penelitian Mannis van Oven. Mahasiswa Doktoral Department of Forensic Molecular Biology Erasmus MC-University Medica Center Rotterdam.
Dari semua populasi yang diteliti, kromosom Y dan mitokondria DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina. Itu isi simpulan Mannis.
Herawati Sudoyo menyampaikan simpulan itu masih teka-teki. Deputi Direktur Lembaga EIjkmen itu menyampaikan, logikanya dari Filipina mereka ke Kalimantan dan Sulawesi. Sampai saat ini data genetika dari Kalimantan dan Sulawesi masih minim. Missing link masih butuh kajian lebih lanjut.
Apapun itu, saya suka menyebut Nias sebagai pulau kepingan surga.
Untuk sampai di Nias, melalui jalur udara kini ada Bandara Binaka. Sudah tepat tanpa ragu. Indonesia berdikari dijangkau pesawat anak bangsa sendiri.
Sayangnya. 2019, pun saya juga belum sempat merasakan terbang dengan karya anak bangsa sendiri. Terbang dengan pesawat kecil. Duduk dua baris tepat di belakang pilot. Kelihaian pilot menerbangkan pesawat terlihat jelas dan bisa didokumentasikan.
Saya terbang dengan pesawat Susi Air. Padahal Indonesia sudah punya pesawat. Bisa jadi, dari jenis pesawat lebih berkualitas.
Habibie, sang Bapak Pesawat Indonesia sudah memulainya.
Faktor Habibie. Tak hanya Indonesia, dunia pun mengakui kecerdasan Habibie. Anak bangsa Indonesia berhasil menciptakan rumus. Rumus yang tak sembarangan.
Krack propagation on random, bisa menghitung keretakan sampai ke atom-atom pesawat terbang. Dunia mengenal Habibie sebagai Mr. Crack.
Kecerdasan Habibie tak pernah henti. Kini, pesawat R80 sudah diperkenalkan Habibie ke Presiden Jokowi.
Sayangnya tak sempat menyaksikan R80 benar-benar mengudara. 11 September 2019 duka menyelimuti lintas negara, tak hanya Indonesia. Putra cerdas bangsa Indonesia, sosok besar kedirgantaraan Indonesia tutup usia. Habibie meninggal di usia 83 tahun.
Tepat di tanggal itu, saya berada di Pantai Sorake. Pantai di Pulau Nias yang ombaknya jadi primadona peselancar dunia.
Di tengah kompetisi atraksi menaklukkan ombak-ombak besar itu. Yang diikuti oleh perwakilan sejumlah negara itu. Di hari berkabung atas meninggalnya Habibie. Merah putih berkibar setengah tiang.
Begitu besarnya sosok. Begitu pemikir, begitu berbuat, begitu bertanggungjawab. Tak hanya memikirkan dirinya. Tak hanya untuk keluarga sendiri. Manfaatnya dirasakan sebanyak-banyaknya umat.
Habibie tak butuh pengakuan. Apalagi mengaku-aku. Di hari kepergiannya, dunia kehilangan. Ini faktor Habibie. #fauziabdullah